Sabtu, 25 Desember 2010

Wartawan Baru Masuk Hotel

Hari rabu tanggal 22 Desember 2010, aku dan kawanku Hidayatullah, punya tugas liputan berita Acara Seminar Jurnalisme bencana. Kebetulan seminarnya di hotel Grand Nanggroe Hotel, Banda Aceh.

Jujur saja aku seorang anak yang berasal dari kampung. Tinggal jauh di pelosok Desa yang jauh dari keramaian kota dan rumah ku dekat gunung lagi. Tidak asing lagi suara monyet sering terdengar di telingaku.

Dan aku tidak malu mengakuinya bahwa aku belum pernah masuk ke hotel, apalagi nginap. Dulu Pernah sih waktu duduk kelas II SMP, aku terpilih sebagai perwakilan kecamatanku Qori tingkat anak-anak untuk mengikuti lomba MTQ se-Kabupaten Aceh Selatan, di Tapaktuan. Selama mengikuti perlombaan aku nginap gratis di salah satu hotel di kota Tapaktuan. Hmmmm, namanya ja hotel, tapi di dalam nya tidak lebih dari sebuah tempat penginapan biasa (ya semacam losmen lah). Ruang yang kurang bersih, kamr mandi yang bau, dan ruangan panas tidak ber-AC lagi. Yaah, aku tidak menganggapnya sebagai hotel. Cuma namanya saja hotel.
Pagi itu, sesampai di hotel yang dituju aku dan kawanku Hidayatullah memarkir kereta di depan hotel. Lalu, kami berdua tidak darimana kami harus masuk.

“pak, acara seminarnya dimana ya” tanyaku pada seorang satpam.
“O, masuk aja ke dalam dek” jawab sang satpam yang berwajah ramah sambil mengacungkan jari tengahnya ke arah pintu masuk.
“terimakasih pak, ya” balasku lagi.
Segera kami menuju pintu masuk yang ditunjuk oleh satpam tadi. Namun, alangkah terkejutnya, pas sampai di pintu terdengar suara “tuuuuuuuuuuuut”. Kawanku pun terkejut.
“suara apa tu Fiz?” bisik Hidayat
“gak tau Yat, apa itu pendeteksi bom?” jawabku.
“hah, napa alat tu berbunyi? Jangan-jangan kita disangka teroris lagi” kata Hidayat dengan agak gelisah.
“aaaah, gak mungkin lah. Kita kan gak bawa bom, Cuma bawa laptop, yook kita masuk tros” balasku sambil menenangkan Hidayat, kemudian kami langsung masuk ke dalam hotel tersebut untuk menuju ke tempat seminar.

Namun, kami terbengong-bengong karena tidak tahu dimana ruangan seminar tersebut.
“fiz, coba tanya ma ma abang yang duduk disitu”suruh dayat kepadaku.
“eh, tadi kan aku dah bertanya ma satpam, karang giliran kamu yang bertanya”kataku.
Lalu Hidayat membisikkan kepadaku.
“aku gak berani nanya, aku malu”.

Hahahaha.....ternyata Hidayat seorang yang besar kemaluannya. Eh salah, maksudnya besar malunya.hehehhe.
Ah, aku mengalah saja, aku bertanya sama orang yang sedang duduk baca koran. Setelah aku bertanya, orang itu menunjuk kepada sebuah meja, disitu ada seorang perempuan. Lalu kami menuju kesitu, dan yang bertanya aku lagi, Hidayat hanya diam saja. Perempuan itu menunjuk ke suatu ruangan sebelah kiri sambil ngomong seperti karyawan telkomsel di Call Center 116.

Kami langsung menuju keruangan yang ditunjuk. Nah, sekarang baru ketemu tempatnya. Kami langsung mengisi buku tamu lalu masuk. Ternyata peserta seminar belum banyak yang datang. Padahal di jadwal yang telah tertulis acara dimulai tepat jam 9.00 Wib. Jam sudah menunjukkan jam 9.20 acara belum juga dimulai. Ternyata budaya jam karet masih tetap berlaku.

Setelah menunggu dua puluh menit, acara baru dimulai. Acara berlangsung hangat. Namun masih banyak kursi peserta belum terisi.

Kira-kira jam 10.30 Wib acara dihentikan sejenak untuk istirahat. Para peserta semuanya keluar untuk minum di restoran hotel tersebut. Kecuali kami berdua yang tidak keluar dan aku membisikkan pada Hidayat “kita tetap disini ja ya, soalnya kalau kita minum di restoran itu mahal nanti bayarnya, kita gak da uang”.
“Okelah kalau begitu” jawab Hidayat.

Lalu Hidayat membisikkan kepadaku lagi “Hafiz, aku kebelet kencing, gimana ni, kamar kecilnya dimana lu?”
“ya udah keluar terus cari kamar kecilnya” jawabku.
Dia langsung keluar mencari kamar kecil. Tidak lama beberapa saat dia kembali lagi.
“kenapa Yat, gak jadi buang air kecil?”
“bukan, gak tau dimana kamar kecilnya. Aduuuuh gimana ni, gak tahan lagi ni?”
“Kenapa gak tanya ja sama orang-orang disitu?”
Gak berani aku”
Hahaha, ternyata sifat takut bertanya tidak hilang-hilang walaupun dalam keadaan sekarat. Kalau gini aku kerjain saja dia. Aku sengaja membiarkan dia lama-lama menahan pipis.


“fiz, coba kamu tanya dulu sama abang tu dimana kamar kecilnya?” Pinta Hidayat padaku.
“eh, kok suruh sama aku, yang mau pipis siapa?’ Bantahku padanya sambil tertawa dalam hati.
Tidak lama kemudian seorang panitia memanggil kami “Dek ,minum dulu”.
Ah, ternyata minum di restoran saat itu gratis karena ditanggung oleh panitia. Hahaha, beginilah orang kampung.
Lalu kami bergegas mengambil minum di restoran tersebut. Lalu langsung mengambil tempat duduk. Namun si Hidayat masih menahan pipis. Dia tetap juga menahan. Lalu aku kasihan padanya, aku bertanya pada seorang pelayan restoran yang gayanya agak kebencongan dikit.
“Bang, kamar kecilnya dimana ya?” tanyaku.
“lurus terus kesana, lalu belok kiri” jawab si pelayan dengan gaya cowok kecewean alias wari sambil menunjuk ke dapan.
Hidayat langsung menuju arah arah yang ditunjuk pelayan tadi.
Selepas acara tersebut, kami makan di siang di restoran yang sama. Aku makan sambil membuka laptop untuk mengirim berita viaa e-mail ke redaktur Acehjurnal.com.
Waktu pulang aku tertawa sendiri mengingat kejadian tadi. Namun seru juga ya jadi wartawan, bisa masuk ke segala tempat walaupun gak punya uang...hehehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar